Rabu, 27 Agustus 2014

kisah romusha

                     bagaimana sejarah romusha?


Romusha adalah panggilan bagi orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha.Jumlah orang-orang yang menjadi romusha tidak diketahui pasti - perkiraan yang ada bervariasi dari 4 hingga 10 juta. Dalam sidangnya yang pertama, Chuo Sangi In mengusulkan beberapa syarat antara lain  supaya dibentuk badan-badan yang memotivasi rakyat menjadi tenaga sukarela, melalui kerja sama dengan bupati, wedana, camat dan kepala 
desa untuk pengerahan tenaga kerja (buruh) sekarela diperusahaan-perusahaan bala tentara Jepang.

Namun dalam pelaksanaannya persyaratan yang disampaikan oleh Chuo Sangi In itu diabaikan. Pada hakikatnya mereka tidak lebih dari pekerja paksa. Seperti halnya di Yogyakarta, tepatnya di desa Timbul Harjo, Bantul,pengerahan romusha dilakukan oleh perangkat desa dengan cara medatangi keluarga-keluarga yang memiliki tenaga potensial untuk dijadikan romusha. Keluarga yang menolak, mereka takut-takuti akan dikucilkan. Jika anak yang diminta itu tidak berada dirumah, mereka biasanya mencari ke sawah dan kalau sudah ketemu dibawa secara paksa ketempat pengerahan

Selama berada ditempat kerja sampai pulang ke kampong halamannya, ternyata romusha mendapat fasilitas sangat minim dan banyak yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut karena memang tidak ada 
perjanjian kerja tertulis. Mereka dikerahkan menjadi tenaga kerja paksa dan buruh yang diberi upah selayaknya.Sebelum penyerahan Belanda kepada Jepang tanggal 8 Maret 1942, Jepang 
telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa akan mampu menyediakan tenaga manusia dalam jumlah yang memadai untuk memenangkan perang. Perhitungan itu didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa sangat banyak, ditambah lagi dengan pertumbuhannya yang begitu pesat. Sehingga  Jepang tidak bakal mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan tenaga kerja romusha, karena disamping itu jumlah persediaan manusia cukup juga biaya murah. Tenaga diambil secara paksa, dan tidak perlu banyak 
pengeluaran biaya baik untuk makan maupun pengobatan. Begitu pula untuk mencari pengganti bagi tenaga romusha yang mati, karena di Jawa terdapat persediaan manusia cukup banyak. Berdasarkan pola pemikiran itulah maka  Jepang denga leluasa memanfaatkan tenaga manusia yang ada di Pulau Jawa dan dengan matinya beribu-ribu romusha seakan-akan tidak menjadi beban 
moral.

Mereka meninggal karena kekurangan makan, kelelahan, malaria dan terjangkit penyakit. Selain itu juga karena kerasnya pengawasan dan siksaan Jepang yang kejam dan tidak berperi kemanusiaan. Dibarak-barak romusha tidak tersedia perawatan dan tenaga kesehatan. Seakan-akan telah menjadi rumus bahwa siapa yang tidak lagi kuat bekerja maka akan mati. 
Sebagai mana alam pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.


Para tenaga kerja yang disebut romusha atau jepang menyebutnya prajutit pekerja, diperlukan untuk membangun prasarana perang seperti kubu-kubu pertahanan, gudang senjata, jalan raya dan lapangan udara. Selain itu, mereka diperkejakan di pabrik-pabrik seperti pabrik garam dan pabrik kayu di Surabaya dan di Sumatera Selatan, mereka diperkejakan di pabrik pembuatan dinamit di Talangbetutu atau dipertambangan batu bara serta penyulingan minyak. Mereka diperkejakan pula dipelabuhan- pelabuhan antara lain memuat dan membongkar barang-barang dari kapal-kapal. Bahkan di desa Gendeng, dekat Badug, Yohyakarta misalnya romusha menanam sayuran dan palawija guna memenuhi kebutuhan makan Jepang dan romusha 
itu sendiri.


Pada umumnya mereka diperdapat di desa-desa, terdiri dari pemuda petani dan penganggur. Pulau Jawa sebagai pulau yang padat penduduknya memungkinkan pengerahan tenaga tersebut secara besar-besaran. Pada mulanya tugas-tugas yang dilakukan bersifat sukarela dan pengerahan tenaga tersebut tidak begitu sukar dilakukan, karena orang masih terpengaruh propaganda “ intik kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Bahkan, dibeberapa kota terdapat barisan-barisan romusha untuk bekerjaditempat-tempat dan pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, dalam bulan September 1944 sejumlah 500 orang romusha sukarela, yang terdiri dari pegawai tinggi dan menengah serta golongan terpelajar di bawah pimpinan Ir Soekarno berangkat dari kantor besar Jawa Hokokai dengan berjalan kaki ke stasiun tanah abang, Jakarta diiringi orkes suling Maluku. Di antara mereka juga terdapat pula orang Cina, Arab, dan India. Rombongan diikuti pula oleh anggota yang sudah berumur 60 tahun, sehingga Soekarno memuji mereka sebagai masih kuat seperti orang muda.



Lama-kelamaan karena kebutuhan yang terus meningkat di seluruh Asia Tenggara, pengerahan tenaga yang bersifat sukarela seperti yang telah diteladani oleh Soekarno itu, berubah manjadi paksaan. Pemerintah 
Tentara Ke-16 membentuk suatu badan kusus yang melaksanakan pengerahan  romusha secara besar-besaran pada tahun 1944. Badan ini disebut Romukyoku


Romukyoku membuat peraturan sebagai berikut : orang atau badan yang membutuhkan tenaga romusha lebih dari 30 orang diharuskan mengajukan permohonan kepada kepala daerah setempat. Sipemohon, baik orang maupun badan, harus memiliki perusahaan atau pabrik yang bermanfaat untuk kepentingan perang. Bahkan, banyak di antara petugas pengerahan romushabersikap curang, seperti mencoret nama yang sudah terdaftar dan menggantikan dengan nama lain karena menerima suap sejumlah uang. Sebaliknya, ada pula kepala desa yang menunjuk seorang yang menjadi romusha sebagai tindakan balas dendam atau rasa tidak suka. Dengan uang pula, seseorang yang sudah terdaftar sebagai romusha dapat menunjuk 
orang lain sebagai penggantinya.


Romusha yang diperkejakan di proyek-proyek, antara lain pembuatan jalan, jembatan, barak-barak militer, berlangsung selama satu sampai tiga bulan. Lebih dari tiga bulan merupakan masa kerja romusha yang 
diperkejakan di proyek-proyek diluar keresidenan mereka. Tidak hanya keluar Jawa, bahkan eomusha dikirim ke luar Indonesia, seperti Birma, Muang, Tgai, Vietnam dan Malaysia.

Tidak sesuai dengan usul yang disampaikan oleh anggota Chuo Sangi In agar para romusha diperlakukan secara layak, ternyata mereka diperlakukan sangat buruk. Sejak pagi buta sampai petang hari mereka 
dipaksa melakukan pekerjaan kasar tanpa makan dan perawatan cukup, membuat kondisi fisik mereka menjadi sangat lemah dan mereka gampir tidak punya sisa kekuatan. Jika ada diantara mereka yang beristirahat sekalipun hanya sebentar, hal itu akan mengundang maki-makian dan pukulan-pukulan dari pengawas mereka orang Jepang. Hanya pada malam hari mereka berkesempatan melepaskan lelah. Dalam keadaan demikian, mereka tidak punya daya tahan lagi terhadap penyakit. Karena tidak sempat 
memasak air minum, sedangkan buang air di sembarang tempat, berjangkitnya wabah disentri, karena tidak dapat menghindari diri dari serangan nyamuk, banyak diantara mereka yang diserang malaria.


perjuangan melawah penjajah

               perjuangan melawan belanda dan jepang

 Perjuangan Melawan Penjajahan Belanda. Bangsa Eropa mulai mencari barang-barang kebutuhan sehari-hari, seperti buah-buahan, rempah-rempah, wol, porselin , dan lain-lain dari negara-negara di luar Eropa. Indonesia, terkenal sebagai tempat penghasil rempah-rempah. Rempah- rempah yang dihasilkan bangsa Indonesia digunakan sebagai bahan obat-obatan, penyedap makanan, dan pengawet makanan. Maka, berlomba-lombalah Bangsa Eropa untuk mendapatkan rempah-rempah dari Indonesia.

Pada 22 Januari 1596 Belanda pertama kali mendarat di Banten di bawah pimpinan Cornelis de Hautman. Pada awalnya, kedatangan Bangsa Belanda disambut baik oleh Sultan Banten. Kegiatan perdagangan menjadi ramai. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Bangsa Belanda berubah menjadi serakah dan kasar akhirnya diusir oleh Raja Banten. 

Pada tahun 1598 Belanda datang kembali dengan sikap yang lebih baik. Belanda dapat diterima kembali di Indonesia. Banyak pedagang Belanda datang ke Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadinya persaingan dagang dan pertikaian di antara mereka. Akibatnya, harga rempah-rempah tidak terkendali. Pada 20 Maret 1602 dibentuk Perkumpulan Dagang Hindia Timur atau Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Tujuan didirikannya VOC adalah :
  • Menghilangkan persaingan yang merugikan pedagang Belanda
  • Menyatukan tenaga untuk menghadapi saingan dari bangsa portugis dan pedagang lain di Indonesia
  • Mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk membiayai perang
Akan tetapi, lama-kelamaan VOC berusaha menguasai perdagangan (monopoli). Untuk mewujudkan maksud itu Pemerintah Belanda memberikan hak-hak istimewa kepada VOC, yaitu :
  • Membuat perjanjian dengan raja setempat
  • Menyatakan perang dan membuat perdamaian
  • Membuat senjata dan mendirikan benteng
  • Mencetak uang
  • Mengangkat dan menghentikan pegawai
Di Maluku VOC melakukan Pelayaran Hongi (patroli laut) untuk mengawasi rakyat Maluku agar tidak menjual rempah-rempah mereka kepada pedagang lain. VOC berhasil merebut Maluku dari Portugis. Tahun 1605 Belanda merebut Benteng Portugis di Ambon. Pusat perdagangan Ambon, Banda, dan Jayakarta direbut Belanda pada masa Gubernur Jenderal J.P. Coen. Ia mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia.

VOC mampu berdiri dalam waktu yang sangat lama. Pada Tanggal 31 Desember 1799, VOC dibubarkan. VOC dibubarkan karena sebab-sebab berikut ini.  
  • Pejabat-pejabat VOC melakukan korupsi dan hidup mewah.
  • VOC menanggung biaya perang yang sangat besar.
  • Kalah bersaing dengan pedagang Inggris dan Prancis.
  • Para pegawai VOC melakukan perdagangan gelap. 
Daendels
Pada tanggal 1 Januari 1800, kekuasaan VOC di Indonesia digantikan langsung oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte berhasil menaklukkan Belanda. Napoleon mengubah bentuk negara Belanda dari kerajaan menjadi republik. Napoleon ingin memberantas penyelewengan dan korupsi serta mempertahankan Pulau Jawa dari Inggris. Ia mengangkat Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal di Batavia. Untuk menahan serangan Inggris, Daendels (1808-1811) melakukan tiga hal, yaitu:
(1) menambah jumlah prajurit, (2) membangun pabrik senjata, kapal-kapal baru, dan pos-pos pertahanan, (3) membangun jalan raya Jalan Raya Anyer-Panarukan yang panjangnya sekitar 1.000 km. Daendels memberlakukan kerja paksa tanpa upah untuk membangun jalan. Kerja paksa ini dikenal dengan nama kerja rodi. 

Pada tahun 1811, Daendels dipanggil ke Belanda. Ia digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens. Saat itu pasukan Inggris berhasil mengalahkan Belanda di daerah Tuntang, dekat Salatiga, Jawa Tengah. Pada 18 September 1811 Janssens dipaksa menandatangani perjanjian Tuntang yang berisi :
  • Seluruh wilayah jajahan Belanda di Indonesia diserahkan kepada Inggris.
  • Adanya sistem pajak/sewa tanah.
  • Sistem kerja rodi dihapuskan.
  • Diberlakukan sistem perbudakan
Inggris berkuasa di Indonesia selama lima tahun (1811-1816). Pemerintah Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia. Pemerintah memberlakukan sistem sewa tanah yang dikenal dengan nama landrente.Pada tahun 1816, Inggris menyerahkan wilayah Indonesia kepada Belanda. Pemerintah Belanda menunjuk Van Der Capellen sebagai gubernur jenderal. Van Der Capellen mempertahankan monopoliperdagangan yang telah dimulai oleh VOC dan tetap memberlakukan kerja paksa.

Pada tahun 1830, Van Der Capellen diganti Van Den Bosch. Bosch memberlakukan tanam paksa atau cultuur stelsel untuk mengisi kas pemerintah yang kosong. Van Den Bosch membuat aturan-aturan untuk tanam paksa sebagai berikut:
  • Rakyat wajib menyediakan 1/5 dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasaran Eropa.
  • Tanah yang dipakai untuk tanamam paksa bebas dari pajak.
  • Hasil tanaman diserahkan kepada Belanda.
  • Pekerjaan untuk tanam paksa tidak melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
  • Kerusakan-kerusakan yang tidak dapat dicegah oleh petani menjadi tanggungan Belanda.
  • Rakyat Indonesia yang bukan petani harus bekerja 66 hari tiap tahun bagi pemerintah Hindia Belanda.
Ada orang Belanda yang peduli terhadap nasib rakyat Indonesia. Dia adalah Douwes Dekker. Ia mengecam tanam paksa melalui bukunya yang berjudul Max Havelaar, dengan nama samaran Multatuli. Max Havelaar menceritakan penderitaan bangsa Indonesia sewaktu dilaksanakan tanam paksa. Max Havelaar menggegerkan seluruh warga Belanda. Timbul perdebatan hebat tentang tanam paksa di negeri Belanda. Akhirnya, Parlemen Belanda memutuskan untuk menghapus tanam paksa secepatnya.


Perlawanan Menantang Penjajahan Belanda
1.  Perlawanan Rakyat Mataram
Pada tahun 1628 dan 1629, Mataram melancarkan serangan besar-besaran terhadap VOC di Batavia. Sultan Agung mengirimkan ribuan prajurit untuk menggempur Batavia dari darat dan laut. Tahun 1628 perlawanan mengalami kegagalan karena kurangnya persediaan makanan,  1629 berhasil menghancurkan benteng Hollandia

2. Perlawanan Rakyat Makasar
Di Sulawesi Selatan VOC mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia di bawah pimpinan Sultan Hassanuddin. Namun Sultan Hassanudin dapat dikalahkan VOC dengan politik adu dombanya antara Sultan Hassanudin dengan Aru Palaka Perlawanan terhadap VOC di Pasuruan Jawa Timur dipimpin oleh Untung Suropati.

3. Perlawanan Rakyat Banten
Sultan Ageng Tirtayasa mengobarkan perlawanan di daerah Banten. Namun mengalami kegagalan karena VOC menerapkan politik adu domba (devide et impera) antara Sultan Ageng Tirtayasa dan putranya Sultan Haji. Sultan Haji yang dibantu VOC mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa

4. Perlawanan Rakyat Maluku
Tahun 1816 VOC datang dan menguasai Maluku. Dipimpin oleh Thomas Matulessi (Kapten Pattimura), rakyat Maluku melakukan perlawanan pada tahun 1817. Pattimura dibantu oleh Anthony Ribok, Philip Latumahina, Ulupaha, Paulus Tiahahu, dan seorang pejuang wanita Christina Martha Tiahahu. Pada tanggal 16 Desember 1817, Pattimura dihukum gantung di depan Benteng Victoria di Ambon.

5. Perang Padri (1821-1837)
Perang Padri bermula dari pertentangan antara kaum adat dan kaum agama (kaumPadri). Kaum Padri ingin memurnikan pelaksanaan agama Islam. Gerakan Padri itu ditentang oleh kaum adat. Kaum adat minta bantuan kepada Belanda dengan imbalan sebagian wilayah Minangkabau. Pasukan Padri dipimpin oleh Datuk Bandaro. Setelah beliau wafat diganti oleh Tuanku Imam Bonjol. Pasukan Padri dengan taktik perang gerilya, berhasil mengacaukan pasukan Belanda. Pada tahun 1825 terjadi gencatan senjata. Belanda mengakui beberapa wilayah sebagai daerah kaum Padri. Tahun 1830 kaum adat mulai banyak membantu kaum Padri karena tidak menyukai kesewenangan Belanda. Tahun 1833 terjadi pertempuran hebat di daerah Agam, Belanda mengepung pasukan Bonjol. Namun pasukan Padri dapat bertahan sampai dengan tahun 1837. Pada tanggal 25 Oktober 1837, benteng Imam Bonjol dapat diterobos. Beliau tertangkap dan diasingkan di Cianjur kemudian dipindahkan ke Minahasa hingga wafat

6. Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang Diponegoro berawal dari kekecewaan Pangeran Diponegoro atas campur tangan Belanda terhadap istana dan tanah tumpah darahnya. Kekecewaan itu memuncak ketika Patih Danureja atas perintah Belanda memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya. Dipimpin Pangeran Diponegoro, rakyat Tegalrejo menyatakan perang melawan Belanda tanggal 20 Juli 1825. Diponegoro dibantu oleh Pangeran Mangkubumi sebagai penasehat, Pangeran Ngabehi Jayakusuma sebagai panglima, dan Sentot Ali Basyah Prawiradirja sebagai panglima perang. Kyai Mojo dari Surakarta mengobarkan Perang Sabil. Antara tahun 1825-1826 pasukan Diponegoro mampu mendesak pasukan Belanda. Pada tahun 1827, Belanda mendatangkan bantuan dari Sumatra dan Sulawesi. Jenderal De Kock menerapkan taktik perang benteng stelsel. Taktik ini berhasil mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro. Dalam perundingan yang diadakan tanggal 28 Maret 1830 di Magelang, Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda. Beliau diasingkan dan meninggal di Makassar.

7.  Perang Banjarmasin
Penyebab perang Banjarmasin adalah Belanda melakukan monopoli perdagangan dan mencampuri urusan kerajaan. Perang Banjarmasin dipimpin oleh Pangeran Antasari. Beliau didukung oleh Pangeran Hidayatullah. Pada tahun 1862 Hidayatullah ditahan Belanda dan dibuang ke Cianjur. Pangeran Antasari diangkat rakyat menjadi Sultan. Pangeran Antasari berusaha mempertahankan wilayah Banjar dengan cara membakar stiap kapal Belanda yang masuk wilayah Banjar. Tahun 1863 Belanda melancarkan serangan ke seluruh wilayah Banjar hingga akhirnya Pangeran Antasari gugur.

8. Perang Bali (1846-1868)
Penyebab Perang Bali adalah pihak Belanda menolak hak Tawan Karang yang diterapkan Kerajaan Buleleng. Belanda melakukan tiga kali penyerangan, yaitu pada tahun 1846, 1848, dan 1849. Setelah Buleleng dapat ditaklukkan, rakyat Bali mengadakan perang puputan, yaitu berperang sampai titik darah terakhir. Di antaranya : (1) Perang Puputan Badung (1906),(2) Perang Puputan Kusumba (1908), (3) Perang Puputan Klungkung (1908). Salah satu pemimpin perlawanan rakyat Bali yang terkenal adalah Raja Buleleng dibantu oleh Gusti Ketut Jelantik.

9.  Perang Rakyat tapanuli
Tahun 1873 Belanda memasuki wilayah Tapanuli dengan alas an memadamkan aktivitas pejuang Padri dan Aceh. Tahun 1878, Belanda menyerang Tapanuli. Perang Tapanuli diawali dengan operasi militer yang dilakukan oleh Jendral Van Daelen di pedalaman Aceh Tahun 1903-1904. Pada tahun 1904 Belanda kembali menyerangtanah Gayo. Pada saat itu Belanda juga menyerang daerah Danau Toba. Pada tahun 1907, pasukan Belanda menyerang kubu pertahanan pasukan Sisingamangaraja XII di Pakpak. Sisingamangaraja gugur dalam penyerangan itu. Jenazahnya dimakamkan di Tarutung, kemudian dipindahkan ke Balige.

10.  Perang Aceh
Tahun 1873 Belanda melakukan serangan ke Aceh. Rakyat Aceh mengadakan perlawanan di bawah pemimpin-pemimpin Aceh antara lain Panglima Polim, Teuku Cik Ditiro, Teuku Ibrahim, Teuku Umar, dan Cut Nyak Dien. Tahun 1879 Belanda dapat menguasai Aceh. Belanda mengirim Dr. Snouck Hurgronje untuk mempelajari sistem kemasyarakatan penduduk Aceh. Dari penelitian yang dibuatnya, Hurgronje menyimpulkan bahwa kekuatan Aceh terletak pada peran para ulama. Penemuannya dijadikan dasar untuk membuat siasat perang yang baru. Belanda membentuk pasukan gerak cepat (Marchose) untuk mengejar dan menumpas gerilyawan Aceh. Dengan pasukan marchose Belanda berhasil mematahkan serangan gerilya rakyat Aceh. Tahun 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh. Pasukan Cut Nyak Dien yang menyingkir ke hutan dan mengadakan perlawanan juga dapat dilumpuhkan


Penjajahan Jepang
Dalam Perang Dunia II (1939-1945), Jepang bergabung dengan Jerman dan Italia melawan Sekutu. Sekutu terdiri dari Amerika, Inggris, Belanda, dan Perancis. Pada tanggal 8 Desember 1941 pasukan Jepang menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika di Pearl Harbour (Hawai). Terjadilah Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya. Dalam waktu singkat, pasukan Jepang menyerbu dan menduduki Filipina, Myanmar, Malaya, Singapura, dan Indonesia.

Ada beberapa alasan Jepang menduduki Indonesia, antara lain sebagai berikut.
  • Indonesia kaya akan bahan-bahan mentah, seperti minyak bumi dan batu bara.
  • Wilayah Indonesia menghasilkan banyak produksi pertanian yang dibutuhkan tentara Jepang dalam peperangan.
  • Indonesia memiliki tenaga manusia dalam jumlah besar yang diperlukan untuk membantu perang Jepang.
Pada Januari 1942 Jepang memasuki wilayah Indonesia. Tanggal 1 Maret 1942 pasukan Jepang berhasil mendarat di tiga tempat secara serempak di Pulau Jawa, yaitu di Teluk Banten, Eretan Wetan (Pantura), dan Pasuruan (Jawa Timur). Tanggal 5 Maret 1942 pasukan Jepang sudah berhasil menguasai Batavia. Tanggal 8 Maret 1942 Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda Letjen Ter Poorten atas nama Angkatan Perang Sekutu menyerah tanpa syarat kepada Angkatan Perang Jepang yang dipimpin Letjen Hithoshi Imamura.

Upacara serah terima ditandatangani di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Setelah menduduki Indonesia, Jepang berusaha menarik simpati rakyat Indonesia. Ada tiga hal yang dilakukan Jepang, yaitu:
  • mengijinkan mengibarkan bendera Merah Putih;
  • mengijinkan rakyat Indonesia menyanyikan lagu Indonesia Raya;
  • larangan menggunakan bahasa Belanda dalam pergaulan sehari-hari.
  • Bahasa pergaulan sehari-hari diganti dengan bahasa Indonesia.
Untuk memikat hati rakyat, Jepang membuat propaganda tiga A. Propaganda yang dilancarkan Jepang itu berisi: Jepang pemimpin Asia, Jepang pelindung Asia, Jepang cahaya Asia.

Penderitaan rakyat pada masa pendudukan Jepang
Penderitaan rakyat Indonesia selama masa penjajahan Jepang antara lain sebagai berikut:
1. Jepang merampas hasil pertanian rakyat, seperti padi dan jagung untuk persediaan 
    makanan pasukan Jepang.
2. Pemerintah Jepang sangat ketat melakukan pengawasan terhadap pemberitaan. Media 
    masa disegel.
3. Jepang juga memanfaatkan rakyat Indonesia untuk diperas tenaganya bagi keperluan 
    Jepang. Para pekerja paksa pada zaman Jepang disebut romusha.
    Selain romusha, banyak barisan dibentuk untuk kepentingan Jepang, seperti:
    (1) Seinendan (barisan pemuda),
    (2) Keibodan (Barisan Pembantu Polisi)
    (3) Fujinkai (Barisan Wanita)
    (4) Suishintai (Barisan Pelopor)
    (5) Jibakutai (Barisan Berani Mati),
    (6) Gakutotai (Barisan Pelajar),
    (7) Peta (Pembela Tanah Air)

Banyak wanita Indonesia yang terpaksa melayani nafsu bejat pasukan Jepang. Tanggal 16 April 1943 Jepang mendirikan Pusat tenaga Rakyat (PUTERA) sebagai ganti Gerakan 3A yang dibubarkan pada November 1942. Jepang mengangkat tokoh-tokoh bangsa Indonesia sebagai pimpinan PUTERA, yaitu : Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansyur yang dikenal dengan sebutan 4 serangkai. Tanggal 3 Oktober 1943 dibentuklah tentara Pembela Tanah Air (PETA). Anggota Peta berasal dari putra-putri Indonesian yang mendapat pelatihan militer dari Jepang. Tujuan pembentukan Peta adalah mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan sekutu. Tanggal April 1943 dibentuk Heiho yang dibentuk dari pemuuda-pemudi Indonesia untuk membantu Jepang menghadapi serangan tentara Sekutu

Perlawanan menentang Penjajahan Jepang
1. Perlawanan rakyat Aceh di Cot Plieng tahun 1942
    Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Perlawanan rakyat Aceh juga terjadi di 
    Mereudu pada tahun 1944.
2.Perlawanan di Kaplongan, Jawa Barat
    Jepang memaksa petani di Kaplongan untuk menyerahkan sebagian hasil buminya. Petani 
    marah. Terjadilah perlawanan terhadap pasukan Jepang.
3.Perlawanan di Lohbener, Jawa Barat
    Petani di Lohbener menolak memberikan hasil panen padi kepada Jepang. Terjadilah 
    peperangan terhadap pasukan Jepang yang dipimpin oleh H. Madriyas.
4.Perlawanan di Pontianak, Kalimantan Barat
    Penduduk dipaksa untuk membuat pelabuhan dan lapangan terbang. Para pemimpin 
    sepakat untuk menyerang Jepang. Perlawanan terjadi pada tanggal 16 Oktober 1943. 
    Mereka ditangkap dan dibunuh.
5. Perlawanan Peta di Gumilir, Cilacap
    Perlawanan Peta Gumilir, Cilacap terjadi pada bulan Juni 1945. Perlawanan ini dipimpin 
    oleh Kusaeri, komandan regu Peta di Cilacap. Kusaeri menyerah tetapi tidak dijatuhi 
    hukuman. Sudirman berhasil menolong dan membebaskannya.
6.Perlawanan di Singaparna, Jawa Barat
    Perlawanan Singaparna dipimpin oleh Kiai Haji Zainal Mustafa. Beliau menolak seikeirei 
    (membungkukkan badan kepada Kai-sar Jepang Tenno Heika) dan menentang romusha. 
    Beliau memandang hal itu bertentangan dengan ajaran Islam.
7. Perlawanan Peta di Blitar, Jawa Timur
    Tentara Peta di Blitar memberontak di bawah pimpinan Shodanco F.X. Supriyadi. Namun 
    Jepang dapat mematahkan perlawanan ini. Supriyadi dan teman-temanya ditangkap oleh  
    tentara Jepang

Ditulis oleh: Tugino
Media Belajar Diperbarui pada: Friday, November 16, 2012